Wednesday, January 3, 2007

Memperkuat Pemerintahan Presidensial

Oleh Anas Urbaningrum

Perjalanan lebih dari dua tahun pemerintahan hasil pemilihan presiden langsung 2004 semakin memperkuat pengertian pokok bahwa membangun demokrasi pada tingkat implementasi adalah demokratisasi. Apa yang harus dilakukan agar demokratisasi itu semakin kuat? Inilah analisis Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan juga merupakan (proses) ikhtiar yang terkait erat dengan (terutama) dinamika politik domestik. Produktivitas pemerintahan menjadi titik berikutnya yang lebih kompleks karena terkait langsung atau tidak langsung dengan banyak dimensi kehidupan kebangsaan yang lain.

Pertanyaan pokok yang selalu berkembang adalah tentang produktivitas pemerintahan demokratis. Apakah pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat dan mempunyai legitimasi tinggi, mampu menjaga stabilitas politik, dan bekerja lebih tenang akan sekaligus sanggup memproduksi langkah-langkah, kebijakan, dan kerja nyata bagi perbaikan nasib serta peningkatan martabat rakyat? Itulah tugas dan tantangan berikutnya yang justru menjadi fokus dari kehadiran pemerintahan demokratis hasil pemilu.

Berkaitan dengan hal tersebut, banyak pandangan yang sepakat bahwa sistem pemerintahan presidensial kita belum kukuh. Pilihan dan kesepakatan politik nasional untuk memperkuat dan menegaskan sistem pemerintahan presidensial, misalnya, dengan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, belum menemukan tempat yang benar-benar pas dalam dinamika politik nasional. Hal itu patut kita perhatikan dalam rangka pemantapan sistem ketatanegaraan dan pembangunan sistem pemerintahan presidensial yang stabil dan produktif.

Ada beberapa hal pokok yang layak kita lihat dalam ikhtiar politik tersebut. Pertama, apakah konstitusi kita, UUD 1945, yang sudah diamandemen 4 kali cukup memadai sebagai fondasi bagi sistem pemerintahan presidensial?

Pertanyaan itu layak kita ajukan. Sebab, terlepas dari berbagai perbaikan dan kemajuan penting pascaamandemen, UUD 1945 masih menyisakan berbagai lubang dan kelemahan.

Hal itu perlu disempurnakan oleh MPR dan tentu saja lewat amandemen kelima. Yang jelas, kita layak menolak pandangan dan keinginan sebagian tokoh yang meminta kembali ke UUD 1945 sebelum amandeman (atau yang asli).

Jelas, itu adalah kemunduran yang nyata. Wacana dan kesepahaman untuk melakukan amandemen lanjutan (penyempurnaan) layak kita mulai pada 2007 ini.

Kedua, apakah sistem kepartaian kita sudah cocok dan mendukung sistem pemerintahan presidensial? Jelas sekali bahwa sistem kepartaian yang majemuk ekstrem atau ultramajemuk tidak relevan dan tidak mendukung sistem pemerintahan presidensial. Yang lebih cocok adalah sistem dwipartai atau sistem multipartai sederhana.

Artinya, kita masih harus bekerja keras untuk menata sistem kepartaian yang lebih sederhana sehingga menjadi salah satu pilar bagi stabilitas dan produktivitas sistem pemerintahan presidensial. Itulah agenda yang seharusnya dimulai pada 2007.

Ketiga, apakah sistem pemilu kita sudah cocok dan mendukung penyederhanaan partai politik dan menopang sistem pemerintahan presidensial? Hemat saya, kita masih harus mencari dan menemukan sistem pemilu yang benar-benar mampu menampung dimensi representasi, akuntabilitas politik, dan sekaligus penyederhanaan sistem kepartaian.

Sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka masih harus kita sempurnakan, terutama tata cara-tata cara teknisnya, sehingga takarannya menjadi pas sebagai perkawinan dari dua cabang utama sistem pemilu, yakni sistem pemilu proporsional dan distrik.

Pernyataan SBY tentang pencalonan tanpa nomor urut adalah salah satu jalan perbaikan implementasi teknis atas open list system tersebut. Dengan cara itu, akan terjadi share yang adil dan bertanggung jawab antara otoritas partai, kualitas calon, dan daulat pemilih. Sebaiknya, agenda penyempurnaan sistem pemilu juga bisa diselesaikan pada 2007.

Keempat, apakah kantor kepresidenan kita sudah memadai untuk menopang tugas-tugas presiden yang dipilih langsung oleh rakyat? Mengapa pertanyaan itu diajukan? Sebab, kita bisa melihat secara kasatmata bahwa kantor kepresidenan belum mengalami perubahan yang berarti, kecuali hanya mempunyai staf khusus, termasuk juru bicara. Dapatkah kantor kepresidenan yang biasa bekerja dalam konteks presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR bekerja optimal untuk konteks yang baru tersebut ?

Menurut saya, sangat dibutuhkan kantor kepresidenan yang benar-benar kuat dan mempunyai daya dukung optimal bagi tugas-tugas presiden. Kita bisa belajar dari pengalaman negara-negara lain yang sistem pemerintahannya presidensial. Yang penting, hal itu tetap kita olah dan ramu untuk disesuaikan dengan konteks keindonesiaan.

Jadi, bukan dengan menjiplak atau mengimitasi begitu saja. UKP3R adalah salah satu contoh kecil tentang upaya memperkuat kantor kepresidenan. Itu harus dilanjutkan dengan upaya-upaya lain yang tepat dan terukur.

Kelima, apakah sikap dan perilaku partai-partai politik sudah sejalan dengan sistem pemerintahan presidensial? Dengan mudah kita bisa menjawabnya: belum! Sikap dan perilaku partai politik, termasuk representasinya di DPR, masih seperti ketika presiden dan wakil presiden dipilih lewat MPR. Seakan-akan presiden dan wakil presiden tidak dipilih rakyat. Itulah yang harus kita perbaiki bersama. Kita harus belajar menempatkan diri secara tepat sehingga partai-partai politik memberikan kontribusi positif bagi penguatan sistem pemerintahan presidensial.

Berangkat dari beberapa hal pokok tersebut, saya memandang bahwa 2007 akan menjadi strategis dan produktif jika dimanfaatkan untuk menata lebih lanjut sistem demokrasi kita. Kita membutuhkan sistem demokrasi yang utuh, solid, dan komprehensif serta didukung berbagai aturan perundang-undangan yang lengkap.

Itulah agenda kita.


Sumber: Indo Pos

No comments: