Thursday, January 4, 2007

2007 Tahun Bersih bagi Depag

Oleh Margono

KALAU tidak ada aral merintang, hari ini 4 Januari 2007 Menteri Agama, H Muhammad Mahtuh Basyuni mencanangkan 2007 sebagai tahun bersih dan bebas KKN di Departemen Agama (Depag). Pencanangan tersebut mengingat beberapa waktu lalu Depag termasuk departemen yang sarat dengan KKN.

Hal ini diperkuat dengan masuknya mantan Menteri Agama (pada era Presiden Megawati) sebagai orang yang terlibat dalam penyelewengan dana abadi umat. Mantan Kanwil Depag Jawa Tengah juga terlibat kasus korupsi.

Kemarin, seperti tahun-tahun sebelumnya, tiap 3 Januari seluruh aparat dan jajaran Depag memperingati Hari Amal Bakti (HAB) Depag. Segala prestasi dan kekurangan selalu mengiringi departemen itu selama perjalanan panjang sejak 1947.

Perjuangan selama 61 tahun terasa masih selalu kurang, mengingat masih banyak agenda yang harus dibangun dan diperbaiki oleh aparatnya.

Tampaknya pemerintah mulai serius untuk membersihkan segala praktik KKN. Ibaratnya kalau ingin membersihkan lantai yang kotor haruslah dengan sapu yang bersih.

Salah satunya adalah mengganti para pejabatnya. Memang untuk mengembalikan nama baik Depag diperlukan kerja keras semua pihak. Tekad untuk menjadikan Depag sebagai departemen yang bersih dan bebas KKN janganlah hanya bersifat seremonial saja.

Depag sebagai tangan panjang pemerintah dalam pembangunan umat beragama masih sangat diperlukan, walaupun departemen ini sempat akan diotonomikan bahkan akan dihapus. Negara lain tidak punya departemen agama.

Eksistensi Depag masih diperlukan oleh bangsa Indonesia mengingat bangsa kita yang multiagama, multibudaya, dan multisuku.

Kemungkinan munculnya konflik antarumat beragama sangat mungkin terjadi dan bisa saja merupakan bom waktu bila pembangunan umat beragama terabaikan. Mampukah Depag mengeliminasi konflik umat untuk masa saat ini dan masa yang akan datang?

Sebagai bahan renungan, konflik umat selama tahun 2006 sering terjadi. Banyak aliran sesat, sempalan agama serta beberapa masalah yang berkaitan umat menunjukkan belum efektifnya pembangunan spiritual bangsa. Justru banyak kejadian yang berkaitan dengan masalah umat, Depag selalu ketinggalan berperan.

Memang semua permasalahan tidak harus ditangani oleh Depag, akan tetapi sebagai tangan panjang pemerintah hendaknya berperan secara aktif dalam mengidentifikasi dan meng-analisa masalah yang terjadi di masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan umat.

Di antara departemen yang lain mungkin Depag merupakan departemen yang sangat sensitif. Dikatakan sensitif karena disamping terisi orang-orang yang notabene "bermoral" juga membawa nama "agama", sehingga orang memandang sebagai departemen yang suci dan tanpa dosa.

Tidak disangsikan jika ada kasus korupsi sekecil apa pun di departemen ini akan terekspos secara besar-besaran di media massa. Sebaliknya sebesar apa pun prestasi departemen ini justru tidak akan terdengar oleh masyarakat.

Sebenarnya banyak prestasi yang patut kita banggakan. Pelaksanaan ibadah haji misalnya, dari tahun ke tahun sudah mengalami banyak peningkatan-peningkatan walaupun terkadang tidak sedikit kekurangan. Yang tidak kalah menarik lagi adalah pengelolaan pendidikan di madrasah dan pondok pesantren yang semakin berkembang.

Pengelolaan pendidikan di madrasah misalnya, akan memberi gambaran yang jelas bahwa pendidikan di tempat itu (mulai tingkat MI/MTs sampai MA) sebagian besar dikelola oleh yayasan dengan pembinaan Depag, serta dengan dana yang relatif kurang memadai. Fakta ini jauh berbeda dengan pendidikan yang dikelola oleh Departemen Pendidikan yang dananya lebih besar dibanding dengan dana yang dikelola oleh Depag. Jika kita mau jujur justru Depag dengan segala kekurangannya mampu dan mau mengelola pendidikan dengan cukup baik. Perkembangan madrasah baik dari segi kuantitas maupun kualitas tidak terlepas dari peranan Depag dalam memegang Quality Control lembaga tersebut.

Agaknya ada tiga parameter yang dapat dijadikan oleh departemen ini untuk menunjukkan eksistensinya di masyarakat. Pertama profesionalisme aparat Depag sendiri. Paradigma aparat Depag yang kurang kompeten, kurang profesional, selalu ketinggalan teknologi serta kondisi kantor yang kumuh hendaknya direspon dengan positif oleh aparat Depag sendiri dengan selalu meningkatkan etos kerja, performan yang baik, jujur, profesional dalam pelayanan serta bekerja atas dasar kemampuan yang tinggi.

Sikap mental aparat Depag sangat menentukan kinerja lembaga ini. Demikian juga dalam penempatan maupun mutasi jabatan hendaknya didasari pada prestasi dan kemampuan. Sebab entah benar atau tidak penempatan jabatan pada departemen ini masih didasari oleh kepentingan kelompok (maaf, antara kelompok NU atau Muhammadiyah). Jika ke depan Depag mau eksis, maka pertentangan antarkelompok ini hendaknya ditinggalkan. Jadikan prestasi dan kemampuan sebagai tolok ukur dalam penempatan suatu jabatan.

Kepala Madrasah

Sisi lain yang perlu mendapat perhatian adalah penempatan kepala madrasah. Masih adanya kepala madrasah yang tidak berkualitas dapat dijadikan tolok ukur bahwa departemen ini masih memerlukan pembenahan. Tidak mustahil pengangkatan dan penempatan kepala madrasah masih diwarnai dengan pemberian upeti dari calon kepala dibanding berdasarkan kemampuan.

Parameter kedua adalah penyelenggaraan haji dan sekitar biaya nikah. Penyelenggaraan ibadah haji sangat menentukan sejauh mana kemampuan manajerial departemen ini. Karena dalam penyelenggaraan haji melibatkan berbagai komponen masyarakat, antardepartemen serta lintas sektoral. Adanya penolakan kuota haji yang pernah terjadi pada kabinet Megawati memberi pelajaran yang sangat berharga, sehingga kasus serupa tidak akan terjadi jika adanya koordinasi yang baik. Demikian juga dari segi pelayanan selama melaksanakan ibadah haji, hendaknya selalu ditingkatkan.

Peningkatan pelayanan mulai dari pendaftaran, penginapan di asrama, sampai pada kegiatan ibadah haji merupakan hal yang prinsip untuk mengembalikan citra Depag. Adanya laporan tentang pungli dan perbedaan biaya nikah antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, perlu segera ditertibkan. Jika keadaan ini dapat direalisasikan maka bisa jadi Depag akan mendapatkan apresiasi dari masyarakat luas.

Parameter ketiga adalah pendidikan. Untuk 2007 sektor pendidikan merupakan salah satu prioritas departemen ini, sehingga tidak menutup kemungkinan bila aliran dana pendidikan lebih besar jika dibandingkan dengan bidang yang lain. Meski begitu, peran serta masyarakat untuk membantu penyelenggaraan pendidikan di madrasah sangat diperlukan.

Masyarakat bawah yang berada di pelosok akan merasa mendapat perhatian terutama dalam pelayanan pendidikannya. Hasil nyata Depag dalam sektor pendidikan dapat dilihat dari banyaknya siswa yang sekolah di madrasah, walaupun dari segi mutu mungkin masih di bawah sekolah yang dikelola Departemen Pendidikan. Agaknya penambahan mata pelajaran yang berciri khas keagamaan dan moral sangat strategis bagi generasi mendatang. Oleh sebab itu, tinggal bagaimana mengefektifkan pembelajaran moral ini kepada anak didik. Tidak berlebihan jika pendidikan moral merupakan prioritas dan trade mark bagi madrasah.

Akhirnya kita semua berharap bahwa Departemen Agama masih sangat diperlukan di negeri yang multikultur seperti negara Indonesia ini. Kehadiran departemen ini dalam membangun moral bangsa sangat diperlukan di masa mendatang. Oleh karena itu pembangunan moral bagi aparat Depag sendiri dapat dijadikan barometer bagi departemen yang lain.

Bisa jadi rusaknya oknum Depag akan merusak semua komponen departemen itu sendiri, sehingga pembinaan mental, pola pikir dan profesionalisme aparat sangat mutlak pada lembaga ini. Untuk sampai pada tataran di atas, memerlukan suri teladan dan kerja keras dari seluruh jajaran mulai dari tingkat pusat maupun daerah.

Dengan memperingati Hari Amal Bakti (HAB) Depag yang ke-61, kita berharap departemen ini akan makin profesional dan kompeten serta kehadirannya sangat diperlukan masyarakat. (11)

--- Margono, guru MAN di Purwodadi, Grobogan.

Sumber: Suara Merdeka, 4 Januari 2006

No comments: