Saturday, January 6, 2007

Melawan Sanksi PBB

Javad Zarif
Dubes Iran untuk PBB

Pada 23 Desember 2006, di hadapan Dewan Keamanan (DK) PBB kami menyatakan bahwa saat ini merupakan hari yang menyedihkan bagi rezim perjanjian antipenyebaran senjata nuklir atau NPT. Hanya beberapa hari lalu perdana menteri (PM) Israel memamerkan senjata nuklirnya kepada warga dunia, sementara DK PBB tidak melakukan tindakan apa pun atas ancaman itu. Sebaliknya, DK PBB justru menjatuhkan sanksi kepada Iran, salah satu anggota NPT, yang kebijakannya, di antaranya, tidak pernah menggunakan kekerasan terhadap negara lain serta telah meletakkan semua fasilitas nuklirnya di bawah pengawasan IAEA.

Pada 20 Desember 2006, dalam surat kepada DK PBB, kami juga mengatakan bahwa kepemilikan senjata nuklir oleh rezim Israel tak pernah memenuhi ketentuan resolusi DK PBB. Perjalanan sejarah Israel juga penuh dengan catatan gelap dan panjang atas kejahatan dan kekejaman terhadap kemanusiaan seperti pendudukan, agresi, militerisme, terorisme negara, dan rasialisme. Reaksi DK PBB terhadap kepemilikan senjata nuklir yang tidak sah oleh rezim Israel akan menunjukkan apakah Dewan mempertimbangkan untuk melaksanakan kewajibannya sesuai Pasal 24 dari NPT atau Dewan hanya menjadi alat. Sebagian kecil anggota tetapnya, hanya menyalahgunakannya untuk memecahkan masalah kebijakan luar negeri mereka sendiri dan untuk melayani kepentingan sesaat mereka.

Dengan situasi semacam ini, tidaklah mengejutkan jika suatu bangsa dihukum karena hak-haknya yang sah. Hukuman ini tak lebih hanya untuk membantu kepentingan rezim Israel yang sangat senang dengan agresi dan kejahatan perang. Menurut kami, resolusi yang sekarang ini hanya menunjukkan ketidakadilan historis DK PBB terhadap hak-hak Iran selama enam dekade terakhir.

Hal ini mengingatkan upaya di DK PBB untuk menghukum rakyat Iran karena menasionalisasi minyak mereka di tahun 1950-an, yang diklaim sebagai ancaman bagi perdamaian. Juga mengingatkan pada pengabaian Dewan terhadap kudeta militer yang diorganisir oleh dua anggota tetap Dewan yang mengembalikan kediktatoran di Iran. Ini menyegarkan ingatan kita saat Dewan tidak menganggap invasi terhadap Iran oleh bekas rezim Irak sebagai ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional, dan Dewan tidak menyerukan pasukan agresor untuk mundur dari wilayah Iran. Juga mengingatkan kembali peristiwa yang mengerikan ketika Dewan menutup mata terhadap penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil dan tentara Iran. Dengan begitu, Dewan menanggung beban tanggung jawab puluhan ribu warga Iran yang terus menderita dan tewas karena dampak senjata kimia yang komponennya berasal dari negara tertentu yang duduk sebagai anggota tetap DK PBB.

Motif penjatuhan sanksi
Membawa isu program nuklir Iran ke DK PBB oleh beberapa anggota DK PBB, khususnya AS, tidak bertujuan untuk menemukan jalan yang membuat Iran kembali bernegosiasi dan tidak membantu terlaksananya negosiasi. Satu-satunya tujuan mereka hanyalah menggunakan Dewan sebagai alat penekanan dan intimidasi untuk memaksa Iran meninggalkan hak-haknya. Sebagaimana diketahui, ketiga negara Eropa yang bersekutu dengan AS tidak pernah berusaha mempelajari proposal yang ditawarkan Iran. Mereka sejak awal sudah bertekad untuk memanfaatkan Dewan, dan ancaman untuk menyerah serta penjatuhan sanksi digunakan sebagai instrumen dalam menekan dan memaksa Iran untuk tidak melaksanakan hak yang dijamin oleh NPT dalam memiliki teknologi nuklir yang bertujuan damai.

Bukan rahasia lagi bahwa tujuan utama mereka dalam negosiasi dengan Iran bukan untuk mencari solusi, tetapi memaksakan, mengulur-ulur waktu dan memperpanjang penangguhan hak Iran dengan kebijakan mereka yang sewenang-wenang. Penangguhan bukanlah suatu solusi, melainkan langkah sementara untuk menyiapkan peluang dalam mencari solusi yang sebenarnya. Penangguhan selama 2 tahun yang telah kami lakukan --dan berlawanan dengan alasan yang diajukan oleh para pendukung resolusi tersebut-- secara terus-menerus diklarifikasi oleh IAEA. Klarifikasi itu dilakukan untuk memastikan bahwa Iran telah menangguhkan apa yang telah disepakati dan merefleksikan hal tersebut dalam laporan-laporannya sejak November 2003 hingga Februari 2006.

Jadi, kami telah berunding hampir selama 3 tahun dan menundanya selama 2 tahun. Pertanyaannya, apa yang telah dilakukan selama 3 tahun ini dalam mencari solusi? Apakah tiga negara Eropa sekutu AS pernah memberikan usulan tentang langkah yang diperlukan dalam menghilangkan kekhawatiran mereka terhadap Iran? Karena mereka tidak melakukannya, maka apakah mereka sudah mempelajari usulan yang diajukan oleh Iran di mana negosiator dari tiga negara Eropa pada awalnya menyatakan bahwa usulan Iran tersebut sebagai langkah yang positif? Apakah mereka pernah mengusulkan agar langkah positf itu dapat ditingkatkan? Atau bagaimana caranya mengurangi perbedaan? Mengapa setelah melakukan konsultasi dengan ketidakhadiran salah satu pihak, mereka dapat mengatakan bahwa usulan-usulan kami itu tidak bagus?

Banyak pertanyaan yang bisa diajukan. Namun, jawaban dari semua pertanyaan itu adalah sama. Sebab apa yang diinginkan AS dan tiga negara Eropa hanyalah bahwa Iran harus membuat komitmen terikat untuk tidak meneruskan aktivitas daur ulang bahan bakar. Iran tidak menerima permintaan yang tidak sah itu, yang bukan merupakan permintaan terakhir mereka. Pada waktu yang sama, Iran selalu berusaha dengan berbagai cara untuk menghilangkan kekhawatiran palsu mereka terhadap penyebaran nuklir, walaupun faktanya Iran tahu mereka tidak lebih hanya memenuhi keinginan tak berdasarnya.

Para sponsor mengatakan bahwa mereka tidak percaya kepada 'niat' Iran. Terkait dengan masalah niat dan minat, kami tegaskan lagi bahwa para pro resolusi ini dengan sangat tidak jujur mengklaim bahwa mereka tidak percaya kepada niat Iran. Namun sebaliknya, tak seorangpun di Iran maupun di seluruh dunia yang ragu terhadap niat jahat mereka.

Pada akhirnya, kami menegaskan, Republik Islam Iran sangat meyakini bahwa zaman senjata pembunuh massal sudah lama berakhir. Senjata pembunuh massal yang tidak manusiawi ini tidak bisa dan tidak akan mampu membawa stabilitas dalam negeri maupun keamanan bagi semua negara. Kami juga percaya bahwa masa menggunakan kekuatan sudah lenyap. Yang sering dibicarakan adalah membangun kepercayaan. Toh kita butuh saling percaya di dunia yang kacau ini. Tetapi kepercayaan hanya dapat dibangun melalui penerapan hukum secara adil tanpa diskriminasi serta menghormati dan menaati hukum. Inilah satu-satunya jalan yang objektif.

Menerima tolak ukur lain hanyalah berarti menerima keinginan para penguasa. Hukum dan perjanjian internasional tidak dapat dan tidak boleh ditafsirkan, diubah, atau ditentukan garis merahnya setiap hari sesuai kepentingan dan keinginan mereka. Jika hal ini terjadi secara paksa dalam bentuk resolusi, maka bisa menimbulkan kebiasaan yang sangat berbahaya bagi kita semua.

Ikhtisar
- Penjatuhan sanksi terhadap Iran menunjukkan ketidakadilan historis DK PBB terhadap hak-hak Iran.
- DK PBB telah dijadikan alat penekan dan intimidasi untuk memaksa Iran meninggalkan hak-haknya.
- Hal ini menjadi sangat menguntungkan bagi Israel yang terbiasa menjajah dan meneror untuk menjalankan kepentingannya. - Iran meyakini bahwa rezim penggunaan senjata pemusnah massal saat ini sudah berakhir.

( )

Sumber: Republika

No comments: