Friday, December 1, 2006

Menyelami Penafsiran Buya Hamka

Syamsul Hidayat
Wakil Ketua Majelis Tabilgh PP Muhammadiyah

Sangat menarik Resonansi Republika (21/11) yang memuat tulisan Buya Syafii Maarif. Tulisan itu bermula dari jawaban atas pertanyaan melalui SMS yang beliau terima dari seorang jenderal polisi yang sedang bertugas di daerah konflik Poso. Sangat patut dan layak diapresiasi sikap Sang Jendral tersebut, begitu pula Buya Syafii dalam merespons permintaan tersebut.

Dalam rangka apresiasi kepada beliau berdua dan takzim kepada Buya Hamka rahimahullah, tulisan ini ingin menggaris bawahi apa yang dikemukakan oleh Buya Syafii maupun Buya Hamka. Namun, ada kutipan Syafii dari tafsir Hamka yang membuat Resonansi itu menyisakan pertanyaan. Di situ terlihat seolah-olah ayat 62 Al Baqarah dan ayat 69 Al Maidah beserta tafsir Buya Hamka mengisyaratkan pengakuan Alquran atas paham pluralisme agama.

Empat golongan
Sebagaimana Syafii Maarif, tulisan ini mencoba mengutip apa adanya pernyataan Buya Hamka yang dimuat dalam Tafsir Al Azhar, juz I halaman 203 menurut versi yang penulis miliki: cetakan September 1987 terbitan Pustaka Panjimas Jakarta. Perbedaan posisi halaman dengan kutipan Buya Syafii, menurut hemat penulis lebih disebabkan oleh perbedaan edisi cetaknya.

Berikut kutipannya: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman" (pangkal ayat 62). Yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman di sini adalah orang yang memeluk agama Islam, yang telah menyatakan percaya kepada Nabi Muhammad SAW dan tetaplah menjadi pengikutnya hingga Hari Kiamat. "Dan orang-orang yang jadi Yahudi dan Nasrani dan Shabiin", yaitu tiga golongan beragama yang percaya juga kepada Tuhan, tetapi telah dikenal dengan nama-nama yang demikian, "barang siapa yang beriman kepada Allah". Yaitu mengaku adanya Allah Yang Maha Esa dengan sebenar-benar pengakuan, mengkuti suruhanNya dan menghentikan larangannya, "dan Hari Kemudian dan beramal shaleh", yaitu hari akhirat, kepercayaan yang telah tertanam kepada Tuhan dan Hari Kemudian, mereka buktikan pula dengan mempertinggi mutu diri mereka. "Maka untuk mereka adalah ganjaran di sisi Tuhan mereka". Inilah janjian yang adil dari Tuhan kepada seluruh manusia, tidak pandang dalam agama yang mana mereka hidup atau merk apa yang diletakkan kepada diri mereka, namun mereka masing-masing akan mendapat ganjaran atau pahala di sisi Tuhan, sepadan dengan iman dan amal shalih yang telah mereka kerjakan itu. "Dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berduka cita" (ujung ayat 62)

Demikianlah bunyi utuh dari tafsir ijmali (tafsir garis besar) yang ditulis Hamka atas ayat tersebut. Syafii Maarif, mengambil kesimpulan dari tafsir ijmali tersebut. Mungkin karena terbatasnya ruang Resonansi, aspek-aspek rinci yang dikemukakan oleh Buya Hamka dalam kutipan Syafii kurang mendapatkan porsi, padahal sangat penting.

Dalam tafsir yang lebih rinci yang tercantum halaman 203-210, Hamka menjelaskan bahwa dalam ayat tersebut terdapat nama dari empat golongan, yaitu: (1) golongan orang beriman, (2) orang-orang yang jadi Yahudi, (3) orang Nasrani dan (4) orang-orang Shabiin. Golongan pertama adalah orang-orang yang telah terlebih dahulu menyatakan percaya kepada segala ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Kelompok kedua adalah orang-orang yang jadi Yahudi, yakni yang memeluk agama Yahudi.

Demikian juga kelompok ketiga, sering dihubungkan dengan tempat kelahiran Isa Al Masih, yaitu kampung Nazaret atau disebut juga Nasiroh. Dan kelompok keempat yaitu Shabiin, yakni orang yang berpindah-pindah dari agama asalnya. Dalam ayat tersebut, kata Hamka, keempat golongan tersebut dikumpulkan menjadi satu, bahwa mereka semua akan mendapatkan ganjaran dari Allah, terbebas dari rasa ketakutan dan duka cita, apabila benar-benar mereka beriman kepada Allah, Hari Akhir, dan beramal saleh.

Menurut Buya Hamka, ayat ini dakwah kepada penegakan nilai-nilai agama sebagai hakikat beragama. Beragama bukan sekadar klaim kebenaran melalui mulut dan tidak dibuktikan dengan keyakinan yang kokoh dan perbuatan amal saleh.

Selanjutnya ayat ini menerangkan tentang keimanan kepada Allah dan Hari Akhir. Iman kepada Allah, meniscayakan keimanan kepada wahyu-wahyu yang diturunkan Allah kepada para rasul-Nya, tidak membeda-bedakan di antara satu Rasul dengan Rasul yang lain, percaya kepada keempat kitab yang telah diturunkan Allah.

Dakwah dan toleransi
Buya Syafii dalam kajian tersebut menghubungkan dengan ayat 69 Surat Al Maidah, yang memiliki redaksi mirip. Lengkapnya dalam terjemahan Buya Hamka berbunyi: "Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang Yahudi, dan (begitu juga) orang Shabi'un dan Nasara, barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, dan dia pun mengamalkan yang saleh. Maka tidaklah ada ketakutan dan tidaklah mereka akan berduka cita". (Tafsir Al Azhar, Juz VI: hlm 312). Namun, karena keterbatasan tempat pula, agaknya, Buya Syafii belum memuat bagaimana Buya Hamka menafsirkan ayat ini, dan implikasinya dalam konteks dakwah dan toleransi beragama.

Sangat menarik, Buya Hamka menafsirkan ayat ini dengan menggunakan pendekatan munasabah al ayat, yakni menghubungkan ayat yang dikaji dengan ayat-ayat sebelum dan sesudahnya. Pada ayat-ayat sebelumnya (67-68 Al Maidah), Allah menegaskan kembali perintah kepada Rasul untuk menyampaikan risalah Islam kepada umat manusia. Di antara dakwah yang wajib dikerjakan oleh Rasulullah, begitu juga para pengikutnya, adalah ajakan kepada Ahlul Kitab (Yahudi-Nasrani) untuk kembali menegakkan ajaran agama Allah yang benar. (Juz VI, hlm 313).

Setelah itu Hamka menjelaskan bahwa Al-Maidah ayat 69 mengajarkan prinsip toleransi yang sangat agung dalam Islam. Artinya memeluk agama adalah merupakan hak asasi. Mengakhiri tafsir atas Al Ma'idah ayat 69, Buya Hamka mengatakan, "Inilah salah satu ayat yang mengandung toleransi besar dalam Islam. Terdapatlah di sini, bahwa Islam membuka dada yang lapang bagi sekalian orang yang ingin mendekati Tuhan dengan penuh iman dan amal saleh. Bahkan orang-orang yang telah mengaku beriman sendiri, orang-orang yang telah mengucapkan dua kalimah Syahadat dan iman pun harus turut membuktikan imannya dengan amal saleh."

( )

Sumber: Republika

1 comment:

trioadhitya said...

terima kasih infonya..

visit link to st3telkom.ac.id